Tuesday, December 28, 2010

The Fake Boyfriend - Part VI

Main casts : Cho Ikha, Kim Key Bum
Support casts : Lee Jinki, Lee Taemin
Other support cast : Kim Jonghyun, Choi Minho, Cho Nami, Eunhyuk ‘SUJU’, Chae Rin, Jung Ah, Hyuna, etc.
Genre : Romance, Family, Tragic (?)
Type : Sequel (Part VI)
Rating : General aja deh



------------------------------------------------
Hidupku memang rumit. Namun kehadirannya telah membawa warna lain di hidupku…
Apa aku menyukainya?
Hhh~~ aku sendiri tidak tahu jawabannya…
Otteokhae??
—Cho Ikha
------------------------------------------------

Cho Ikha’ Side
“Kau yakin?” tanyaku di sela-sela langkah kakiku yang sedikit tergesa-gesa.
“100%. Appa-mu sudah pergi sekitar lima menit yang lalu. Untungnya dia tidak mengecek ke dalam Bar. Kalau ia melihatmu sedang berpelukan dengan Key, ia pasti akan mencincangmu,” celoteh Chae Rin tiada henti.
Aku dan Chae Rin berjalan menuju pintu belakang restoran secepat mungkin. Dia bilang Dad mencariku kesini. Akh, aku kira Dad masih lama pergi ke Busan. Ternyata ia pulang lebih cepat.
“Chae Rin, kau tidak perlu mencemaskanku. Aku akan mengurusnya sendiri,”
“Anni~ aku sudah mengajakmu datang kesini, jadi aku bertanggung-jawab membawamu pulang dengan selamat,”cecarnya lagi.
“Kau kira aku ini anak kecil?”
“Ya! Dasar pabo! Kau ingat kejadian bulan lalu ketika appa-mu memukulimu hanya karena kau memakai mobilnya tanpa izin? Kau tidak masuk kuliah karena lukamu cukup parah,”
“Oke, stop. Aku tidak mau membahas itu,” kataku menyela pembicaraannya.
“Maka dari itu, kau tunggu disini. Jangan kemana-kemana. Aku akan mengambil mobilku,”
Chae rin bergegas pergi menuju tempat parkir restoran. Aku hanya dapat menuruti perintah chingu-ku yang satu ini.
Kupandangi jalanan di sekitarku yang terlihat sepi dan lengang. Jelas saja sepi, sekarang sudah lewat jam 1 malam.
Angin malam berhembus menusuk kulitku. Kugosok-gosok lenganku untuk menghilangkan hawa dingin di sekelilingku.
Karena bosan menunggu Chae Rin yang tidak kunjung datang, kuputuskan untuk berjalan menuju bagian depan restoran. Biasanya taxi selalu berjejer di pinggir restoran.
Hhh~ udaranya semakin dingin saja. Bodohnya aku tidak membawa cardigan abu-abu kesayanganku. Setidaknya benda itu bisa menolongku mengusir hawa dingin ini.
Oke. Ini belokan terakhir menuju bagian depan restoran. Yah, aku dapat melihat cahaya lampu yang menghiasi bangunan tersebut.
Kulihat ada sebuah taxi kosong tak jauh dari tempatku berdiri. Segera saja kulangkahkan kakiku ke arah taxi tersebut. Namun, sesuatu mengalihkan perhatianku…
Ada sebuah mobil White-Audi tepat di depan pintu masuk restoran. Aku mengenalinya—mengenali White-Audi yang sering kubawa pergi itu—dengan jelas. Seseorang yang sedang berdiri disamping mobil itu memandangku tajam. Aku hafal sekali dengan tatapannya—mirip sekali dengan tatapan dinginku.
“Sudah kuduga kau ada disini,”
Namja tua itu mulai berjalan mendekatiku. Wajahnya… membuatku ingin sekali meludahinya. Untungnya aku masih ingat kalau dia adalah Dad-ku—Dad kandungku. Jadi kuurungkan niat busukku itu.
“Seperti inikah kelakuanmu setiap kali Dad pergi bertugas ke luar kota? Ayo, pulang!!!” ucapnya sambil menarik tanganku kasar menuju White-Audi nya.
“Dad, aku sudah dua puluh tahun. Jadi tidak apa kan kalau aku pergi dengan teman-temanku?” kataku sedikit berbisik. Aku tidak ingin suaraku membuat penghuni restoran memperhatikan kami.
“Lihat dirimu. Semakin hari kau semakin membuatku kesal. Kau mulai melawanku, tidak mendengarkan kata-kataku. Lalu apa sekarang? Pergi keluar rumah, tengah malam dan berdandan seperti seorang pelacur. Apa ini yang Mom-mu ajarkan padamu, huh?”
“Jangan bawa-bawa Mom, Dad. Ini hanya antara kita saja. Kenapa Dad selalu menyalahkan Mom? Apa salah Mom sampai-sampai kau juga ikut memarahiku? Aku ini anakmu, Dad,”

PLAK…

Sebuah tamparan keras berhasil mendarat di pipiku. Kuusap pipiku pelan lalu kutatap namja tua itu dingin. “Sebenarnya siapa kau? Kau bukan Dad-ku,” kataku lirih. Tamparannya masih terasa di pipiku. Perih~
“Ayo, pulang,” lagi-lagi ia menarik tanganku kasar. Aku sedikit terhuyung mengikuti langkahnya. Namun sedetik kemudian ia menghentikan langkahnya.
“Siapa kau? MINGGIR!” bentak Dad pada seseorang didepannya.


Key’ Side
“Kau mau pergi kemana?” tanyaku sambil menahan lengannya.
“Kau tidak perlu tahu, dasar bocah!” ucap si Noona.
“Aku bukan bocah!”
“Terserah,” katanya sambil berlalu.
“Ya! Kau belum menjawab pertanyaanku!”
….
Hhh~ lihat, sikapnya kambuh lagi. Ia pergi begitu saja setelah Chae noona membisikan sesuatu padanya. Dasar bunglon! Sikapmu yang mudah berubah-ubah itu membuatku pusing, Cho.
“Pergi kemana dia?” tanya Jonghyun hyung. Aku tidak mempedulikan pertanyaannya. Aku duduk di kursi dekat seorang bartender yang sedang memainkan botolnya.
“Pantas saja kau masih bertahan dengannya. Ternyata ini alasannya,” Jonghyun hyung meneguk segelas wine di tangannya.
“”Mwoya?”
“Tidak usah berpura-pura bodoh. Kau lihat? Ternyata aslinya dia itu sangat cantik ya? Hhhh~ kalau aku tahu dari dulu, sudah kuincar dia,”
“Ya! Dia bukan yeoja gampangan, hyung,”
“Wah, sejak kapan kau mulai membelanya?” Jonghyun hyung sedikit menggodaku. Kuteguk segelas wine secepat mungkin. Aku benar-benar tidak ingin mendengar celotehannya. Kucari-cari sosok si noona, tapi mataku tidak berhasil menemukannya.
“Cieeee~” Minho menowel-nowel pinggangku.
“Apaan sih, Min? Kau bertingkah seperti om-om genit. Ihhhh~”
“Bagaimana rasanya? Hangat? Manis? Empuk?” godanya lagi.
“Aishhh~ kau itu bicara apa sih, Min?”
“Alaaah~ tidak usah sok suci. Tadi kulihat kalian berdua berciuman. Mmmm~ mesraaaa sekali. Aku jadi mauuuu,” Minho mendekap tubuhnya sendiri lalu menggoyangkannya ke kiri dan ke kanan.
“Chagiya, kiss me, please~”  Jonghyun hyung memeluk Minho. Mereka mengikuti gerakanku ketika memeluk Cho noona. Ergh~ apa-apaan mereka ini?
“Ya! Berhenti menggodaku!” kulangkahkan kakiku menjauhi mereka.
“Kau mau kemana?” teriak jonghyun hyung.
“Mencari noona-ku,” jawabku singkat.
“Cieeeee, mencari noona yaaaaa,” goda Minho lagi. Aku hanya memutar bola mataku pelan lalu bergegas pergi dari situ.
Hhhh~ kira-kira dimana dia? Apa dia pulang? Lebih baik aku mengeceknya. Mungkin ia masih diluar.
Kubuka pintu restoran ini dan… huaaah, udaranya sangat dingin. Bulu kudukku saja sampai berdiri.
Tak lama setelah kubuka pintu restoran tersebut, aku dapat melihat Cho noona—yang jalannya sedikit dipaksa karena lengannya digenggam seorang namja tua. Karena penasaran, kudekati namja tua itu—menghalangi langkahnya agar ia tidak beranjak pergi dari situ.
“Siapa kau? MINGGIR!” bentaknya padaku.


Author’ Side
“Justru aku yang bertanya padamu, kau itu siapa? Berani-beraninya memperlakukan dia dengan kasar? Kau ini manusia atau bukan?” Key balik membentak.
“Ini bukan urusanmu, bocah tengik. Minggir kau! Mau jadi pahlawan, huh?” Tuan Cho semakin emosi.
“Noona, siapa dia?” tanya Key pada Ikha yang sedari tadi hanya diam saja.
Tuan Cho memandangi Ikha. “Masuk ke mobil!” ia membuka pintu mobil lalu mendorong Ikha kasar untuk masuk ke mobil.
“Noona, tolong jelaskan padaku, apa yang terjadi?” pinta Key.
“Pergilah. Kau hanya membuat keadaan semakin buruk saja,” jawab Ikha sepelan mungkin.
“CHO IKHA, AKU BILANG MASUK!” suara melengking dari Tuan Cho membuat Key terlonjak kaget. Tanpa banyak basa-basi, Ikha langsung menutup pintu mobil.


Key’ Side
Ada apa sebenarnya? Siapa namja tua bangka itu?
Akh~ banyak sekali pertanyaan yang ada di otakku tapi aku tidak bisa menemukan jawabannya.
“Key,” seru seseorang dibalik punggungku.
“Chae noona?”
Ia berjalan setengah berlari ke arahku. High-heels nya membuat ia kesulitan berjalan. “Kau melihat Ikha?”
“Ne. Tadi ia bersama namja tua….”
“Mwo?” Chae noona memotong kata-kataku. “Mereka sudah pergi?
Kubalas pertanyaannya dengan sebuah anggukan kecil.
“Shit!!!” ia mengacak poninya pelan.
“Noona, sebenarnya namja itu siapa?” tanyaku penasaran.
“Dia itu Tuan Cho,” ucapnya sambil mengeluarkan cellphone-nya—mengetik sesuatu.
“Tuan Cho? Appa-nya Cho noona?”
“Ne,” jawabnya singkat. Ia berlari menuju sebuah mobil diantara deretan mobil di depan restoran.
“Kau mau pergi kemana, noona?” cegahku sambil mengikuti jejak kakinya.
“Ke rumah Nami,”
“Untuk apa?”
“Kau itu cerewet sekali. Kau masuk saja ke dalam. Teman-temanmu pasti mencarimu,” ucapnya sambil masuk ke dalam mobil.
“Anni~ aku akan ikut denganmu. Tunggu aku,”
Aku segera berlari ke arah mobilku yang letaknya tidak jauh dari mobil Chae noona. Kulihat Chae noona sudah menggerakkan mobilnya.
Kuikuti dia dari belakang.

***

Sudah dua puluh menit aku dan Chae noona menyusuri jalan menuju rumah Nami dan akhirnya kami sampai juga di rumah yang kami tuju. Nami sudah berdiri di pintu pagar. Sepertinya ia sudah tahu akan kedatangan kami.
“Dimana unnie-ku?” tanya Nami panik.
“Tuan Cho membawanya. Aku tidak tahu persis bagaimana kejadiannya, tapi…”
“Antarkan aku kesana, eonn,” pinta Nami pada Chae noona.
“Ya! Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kalian terlihat cemas? Aku tidak mengerti,” kataku menyela obrolan mereka.
“Oppa, kau tidak akan mengerti,” ujar Nami.
“Aku tidak akan mengerti sebelum kalian menjelaskannya padaku,” kataku sedikit memaksa.
“Untuk apa? Toh, Cho unnie pasti tidak suka kalau aku…”
“Aku ini pacarnya, Nami. Aku berhak tahu,” selaku lagi.
Kulihat Nami menghembuskan nafasnya sekali.
“Dad… semenjak perceraian itu, ia menjadi seseorang yang emosional dan temperamental. Cho unnie selalu jadi sasaran amukannya….”
“Kenapa kau tidak melaporkannya ke polisi?” lagi-lagi kusela kata-kata Nami.
“Unnie pernah mencobanya tapi…” Nami tidak melanjutkan kata-katanya. Kulihat Chae Rin menggenggam tangan Nami. Nami sedikit menghela nafas. “…Dad mengancam akan membunuh Mom,”
Kalimat terakhir yang diucapkan Nami membuatnya sedikit meringis. “Sudahlah. Pokoknya sekarang antarkan aku kesana,”
“Tapi, Nami. Siapa yang menjaga umma-mu? Bukankah dia sedang sakit?” cegah Chae noona.
“Mwo? Umma sakit? Cho noona tidak bilang padaku?” omelku pada mereka berdua. “Ah, begini saja. Chae noona akan menjaga umma-mu untuk sementara. Biar aku saja yang mengantarmu kesana. Bagaimana?”
Nami sedikit merenung. Tapi tak lama kemudian, ia mengangguk kecil. “Kau bisa ngebut kan, oppa?”

***

Cho Ikha’ Side
“Masuk ke kamarmu,” ucap Dad sambil mendorong tubuhku kasar.
“Bisakah kau tidak mendorongku setiap kali kau menyuruhku?” kutatap Dad dingin. Ia mengambil sebuah gelas besar dan mengisinya dengan air putih.
“Aku capek bekerja seharian untuk menghidupimu. Tapi kau malah bersikap tidak sopan padaku,”
“Aku akan menghormatimu selama kau menghormatiku juga. Lagipula aku tidak pernah memintamu membiayai hidupku,” kubalikkan tubuhku lalu mulai melangkah menuju kamarku. Baru  saja kulangkahkan kakiku sekali, tiba-tiba sesuatu mendarat di kepalaku.

DUG~

Prangggg~

Kulihat gelas besar—yang tadi dipakai Dad—mengenai bagian belakang epalaku. Gelas tersebut jatuh dan pecahannya berserakan disamping kakiku.
Seketika itu juga kurasakan sakit yang luar biasa disekitar kepalaku. Kupegang kepalaku di bagian yang terasa sakit. Kakiku tidak kuat menopang tubuhku yang terasa berat. Akhirnya akupun terjatuh ke lantai.
“DASAR ANAK TAK TAHU DIUNTUNG!”

 ***

Author’ Side
Key dan Nami tiba juga di sebuah rumah bercat biru langit. Nami buru-buru membuka pagar rumah tersebut.

Prangggg~

Terdengar sebuah benda jatuh dari dalam rumah. Nami semakin mempercepat langkahnya. Key membuntutinya dari belakang.
“UNNIE!!” Nami mendapati unnie-nya yang sedang terbaring di lantai memegangi kepalanya.
“APA YANG TELAH KAU LAKUKAN PADANYA?” teriaknya pada Tuan Cho.
“Kenapa kau kesini? Masuk tanpa permisi pula. Tak tahu sopan santun!” ucap Tuan Cho geram.
Key menghampiri Ikha yang meringis kesakitan. “Noona, gwenchanayo?”
Cho Ikha tidak menjawab pertanyaan Key. Matanya terpejam—merasakan sakit yang menjalar di kepalanya.
“Aku akan membawamu ke dokter,” ucap Key sambil mengangkat tubuh Ikha menggunakan kedua tangannya.
“Siapa kau? Berani-beraninya datang kemari dan mencampuri urusanku?” teriak Tuan Cho. Ia bergerak mendekati Key—bersiap untuk memukulnya.
“Hentikan!!!” Nami menghalangi Tuan Cho lalu mendorong tubuhnya menjauhi Key yang sedang menggendong Ikha. “Menjauh darinya atau aku tidak segan-segan melempar benda ini ke arahmu,” Nami mengambil vas bunga yang terbuat dari keramik di atas meja.
“Ayo, oppa. Kita pergi,” Nami menyuruh Key untuk segera keluar dari rumah itu. Nami memperhatikan gerak-gerik Tuan Cho—mungkin ia akan menyerangnya tiba-tiba—sebelum keluar dari rumah itu.
Key mendudukkan Ikha di kursi belakang mobilnya. Ia terdengar sedikit mengerang.
“Noona,” ucap Key lirih. Ikha mencoba membuka matanya tapi hal itu terasa sulit dilakukan.
“Unnie, ini aku, Nami. Tenanglah, Key oppa akan membawamu ke rumah sakit,” Nami memeluk unnie-nya erat.
Key segera menyalakan mesin mobilnya. Ia meraih Blackberry-nya lalu menelpon seseorang di seberang sana. Ia terlihat serius berbicara dengan orang tersebut.
“Kita ke rumahku,” ucap Key setelah mematikan teleponnya.
“Mwo? Ke rumah oppa? Harusnya kita ke rumah sakit,” cecar Nami.
“Aku sudah menelpon dokter pribadiku. Biar dia diperiksa di rumah saja,”
“Tapi bagaimana kalau nanti malah menggangu orang-tua mu, oppa?”
“Aku tinggal sendirian. Orang-tua ku di Amerika,”

***

Key’ Side
Akhirnya kami sampai juga di rumahku. Kugendong Cho noona menuju kamarku. Ahjumma—pembantu di rumahku—membukakan pintunya. Dr Young sudah ada didalam, ia tiba lebih dulu.
Ia memeriksa kepala Cho noona menggunakan benda yang mengeluarkan sinar infra merah yang entah namanya apa. Nami terlihat cemas, tidak henti-hentinya ia meremas bajuku.
“Untungnya tidak ada retak atau pembuluh darah yang pecah di kepalanya. Kompres saja dengan air hangat, itu akan mengurangi bengkak di kepalanya,” terang Dr Young.
“Syukurlah,” kata Nami sambil berjalan mendekati Cho noona. Dr Young memberiku dua bungkus obat. Katanya obat ini harus diminum untuk menetralkan fungsi otaknya. Benturannya cukup keras sehingga sedikit mempengaruhi fungsi otaknya.
“Oppa, aku harus pulang. Kasihan Chae unnie, ia pasti dicari orang-tuanya untuk segera pulang. Tolong jaga unnie-ku ya, oppa,” ucapnya pelan.
“Ne. aku akan menjaganya. Akan kuantar kau pulang,”
“Tidak perlu aku bisa pulang dengan taxi. Lebih baik oppa istirahat,” Nami tersenyum lalu membungkukkan badannya.
“Mianhamnida sudah merepotkanmu, oppa. Aku pulang,”
“Ne… hati-hati,”

***

Cho Ilha’ Side
Kubuka mataku perlahan. Kuamati keadaan di ruangan ini yang terlihat asing bagiku.
Urgh~ kepalaku masih terasa sakit.
Tunggu, dimana ini? Aroma ruangan ini berbeda dengan aroma di kamarku atau di rumah Mom.
Lagi-lagi kuedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan ini.
“Key?” tanyaku lebih kepada diriku sendiri. Ia terbaring di sofa dekat jendela kamar ini. Gordennya masih tertutup rapat.
Apakah aku sedang di hotel? Ah, tidak mungkin. Yang aku ingat, tadi malam Dad melempar gelasnya ke kepalaku, dan… errrrr~ aku tidak ingat lagi apa yang terjadi.
Karena penasaran, kuputuskan untuk keluar dari kamar ini.
Ah, ternyata ini sebuah rumah. Kulihat ada seseorang sedang  memasak di dapur. Ia menyadari kehadiranku. Sedetik kemudian, ia menghampiriku sambil membawa sebuah kotak.
“Nona sudah bangun?” tanyanya padaku. Aku hanya mengangguk sekali.
“Anda…. Siapa?” tanyaku penasaran.
“Saya pembantu di rumah ini. Nona, Tuan Key menyuruhku menyerahkan ini jika nona sudah bangun,” ia menyerahkan kotak yang dipegangnya padaku. Kubuka kotak itu dan kutemukan sebuah kemeja pink, tank-top hitam, jeans ketat, dan juga pakaian dalam utuk yeoja. Hah? Pakaian dalam??
“Sebaiknya nona mandi dulu. Saya sedang menyiapkan sarapan untuk nona dan Tuan Key,” katanya sambil berlalu.
Oh, jadi aku sedang di rumah si kunci karatan itu ya?

***

Hhhh~oke. Aku sudah selesai mandi. Kau tahu? Ternyata perlengkapan mandinya Key sangat lengkap. Mulai dari aromaterapi, lulur, creambath rambut… Omona~ dia itu sebenarnya namja atau yeoja sih? Peralatan mandiku saja tidak selengkap itu.
Hah, aku baru sadar kalau aku sudah menghabiskan satu jam didalam kamar mandi. Mungkin sekarang Key sudah bangun. Lebih baik aku ke kamarnya untuk memastikan.
Hasilnya? Ternyata namja itu masih meringkuk di atas sofa dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya kecuali kepala.
Hhhh~ dasar tukang tidur. Ini sudah lewat jam 10 dan dia belum bangun juga?
“Key, bangun,” kataku ambil mengguncang-guncang tubuhnya.
1
2
3
Key tetap tak bergerak.
Kubuka gorden kamarnya agar cahaya matahari dapat membangunkan sang vampire.
“Erggh~ ahjumma, aku masih ngantuk. Tolong tutup lagi gordennya,” erang Key semakin mengeratkan selimutnya.
“Ya! Kau kira aku ini ahjumma-mu? Ini sudah siang. Cepat bangun dan antar aku pulang,” kutarik selimut yang dipakainya kencang.
“Noona, aku baru tidur jam enam pagi. Jadi jangan ganggu aku,” ucap Key  tanpa membuka matanya.
“Siapa suruh tidur jam segitu? Ya! Cepat bangun!” kutarik selimutnya untuk kedua kali. Dan lagi-lagi ia menahannya kuat. Key menarik selimut itu hingga aku terjatuh di atas tubuhnya. Kucoba untuk berdiri secepat mungkin, namun dirinya mendekapku lebih cepat.
“Ya! Lepaskan aku,” kataku sambil meronta-ronta.
“Aku tidur jam enam pagi karena menjagamu semalaman. Harusnya kau berterima kasih padaku,”
“Mwo?” aku memicingkan mataku. Aku tidak salah dengar kan?
“Dasar noona budeg!” ledeknya padaku.
“Aku tidak menyuruhmu untuk menjagaku jadi sekarang lepaskan aku. Kepalaku sakit,”
“Noona… kau ini pabo sekali. Aku menahan tubuhmu, bukan kepalamu. Tapi kenapa malah kepalamu yang sakit?”
Oh, iya juga ya? Kenapa kepalaku yang sakit?
“Ah, pokoknya cepat lepaskan aku. Bagaimana kalau ahjumma melihat kita lalu dia berfikir yang macam-macam?”
“Justru bagus. Kalau dia mengadukan hal ini kepada orang-tua ku, kita bisa langsung dinikahkan oleh mereka,”
Ergh~ dia itu…
Aku berusaha melepaskan pelukannya sebisaku.
“Kalau kau mau aku melepaskanmu, cium aku dulu,”
“Mwo?” spontan kuhentikan tubuhku—yang tadi sedang meronta-ronta.
“Cium aku. Kau harus memberiku ciuman di pagi hari,”
“Andwae~ kau kira aku ini istrimu?”
“Oh, kau tidak mau? Ya, sudah,” Key  tetap tidak melepaskan pelukannya. Matanya masih terpejam—tapi bibirnya melengkungkan sebuah senyum.
Hhhh~ kau sedang menggodaku ya? Awas kau!
“Baiklah, aku menyerah. Aku akan menciummu,”
Key langsung memamerkan giginya yang putih itu padaku. Matanya kini menatap mataku. “Tunggu apa lagi?” godanya.
Seketika itu juga kudekatkan wajahku ke wajahnya. Dan sedetik kemudian, bibirku sudah menyentuh bibirnya—seutuhnya.
Lalu…

KREK

“ARRRRGGGHHHH~~~”


To Be Continued….

2 comments:

ASH Family said...

Underware tak pernah lepas dr pikiranmu :p

Zuleykha Lee said...

hahahaa~ it's my world honeyyy~~