Tuesday, December 28, 2010

SHINee Eithtoo HQ












101227 Software Charity Night







credit: shanel / source: shakizi

SHINee Daily Pic


Credit: weareshining





source: belle_hj’s twitter

SS3 - GuangZhou (EunHae Moments)









credits; www.witheunhae.com

Super Show 3 GuangZhou - My Monkey









credit:: as tagged
           www.sapphirepearls.com

SHINee 1st Concert in Japan [101226]









credit: kim-brothers

The Fake Boyfriend - Part VII



Main casts : Cho Ikha, Kim Key Bum
Support casts : Lee Jinki, Lee Taemin
Other support cast : Kim Jonghyun, Choi Minho, Cho Nami, Eunhyuk ‘SUJU’, Chae Rin, Jung Ah, Hyuna, etc.
Genre : Romance, Family, Tragic (?)
Type : Sequel (Part VI)
Rating : General aja deh. Eh, PG 10+ lah...



------------------------------------------
Your heart is empty and you’re so cold
You don’t care about you and i
Your heart is empty, you won’t let it go
But I’m walking out this life
Why can’t you let it go…..
Girl, because your heart is empty….
— JYJ [Empty]
----------------------------------


Author’ Side
“ARGHHHH~” Key berteriak sekencangnya. Ia melepaskan kedua tangannya lalu menutupi mulutnya.
Mengetahui bahwa Key tak lagi memeluknya, Ikha buru-buru bangun dan merapihkan rambutnya.
“KENAPA KAU MALAH MENGGIGIT BIBIRKU!!!” Key berusaha untuk duduk. Kepalanya masih terasa pening karena baru bangun tidur. Tangannya mencari-cari sesuatu diatas meja disamping sofa tersebut.
“Aku hanya memberimu kejutan kecil. Ayolah, aku harus pulang. Aku tak tahu sekarang aku ada dimana,” Ikha terkekeh melihat Key yang sedari tadi meringis sambil terus memegangi bibirnya. Key meraih Blackberry-nya lalu bercermin di layar BB-nya—memperhatikan bibirnya yang terasa perih.
“Argh~ noona, kau harus bertanggung-jawab. Lihat, bibirku berdarah,” Key menunjukkan bibir bawahnya yang sedikit mengeluarkan bercak kemerahan.
Bukannya minta maaf, Ikha malah semakin mengencangkan tawanya sambil berguling-guling di tempat tidur.
“Tuan Key, sarapan sudah siap,” ucap ahjumma dari balik pintu kamar.


Cho Ikha’ Side
Kuperhatikan dari tadi Key terus memegangi bibirnya. Ia selalu meringis setiap kali memasukkan makanan—sarapan—ke mulutnya.
“Sakit ya?” tanyaku polos.
“Sudah tahu sakit, masih saja banyak tanya,” katanya ketus tanpa mengalihkan pandangan dari piringnya. Lagi-lagi aku hanya tertawa menanggapinya.
“Kepalamu masih sakit?” tanyanya padaku.
Kuusap bagian kepalaku yang terkena lemparan gelas tadi malam. “Sedikit. Tapi sudah lebih baik,”
Kuperhatikan Key yang masih saja tidak menatapku setelah insiden gigitan tadi. “Key,”
“Hmmm,”
“Seharusnya kau tidak melihat kejadian tadi malam,” kataku sambil memainkan potato cream soup di depanku.
“Kalau aku dan Nami tidak cepat datang, bagaimana nasibmu nanti?”
Ikha mendengus pelan mendengar kalimat Key. Sengaja tak ditatapnya Key yang sekarang sedang menatap ke arahnya.
“Aku tidak keberatan ketika kau ikut campur urusanku dengan Eunhyuk. Justru aku berterima kasih padamu karena sudah membantuku. Tapi… aku tidak suka jika ada orang lain yang mengetahui masalah keluargaku,”
“Sudah kukatakan kalau aku ini tahu semua hal tentang dirimu. Jadi kau tidak pelu menutup-nutupinya dariku. Kenapa sih, kau itu selalu sensitive padaku? Aku ini sudah menolongmu beberapa kali, harusnya kau… Argh~” Key menghentikan kalimatnya lalu memegangi bibirnya.
“Gwenchanayo?” tanyaku sambil mengusap bibirnya yang agak lecet bekas gigitanku tadi.
“Sakit tahu. Kau menggigitku sekuat tenaga sih. Jadinya ya begini,” katanya sambil memberiku tatapan juteknya.
Haha~ ceritanya dia marah padaku ya? Kenapa dia terlihat tampan ketika sedang marah? Hhh~ kurasa aku sudah mulai gila…
“Ahjumma, bisa tolong ambilkan air hangat, kapas, dan krim—untuk kulit yang luka??” pintaku pada ahjumma yang tidak sengaja lewat didepanku. Ia terlihat mengangguk sekali lalu pergi mengambil benda-benda yang kuminta.
“Ayo, ikut aku,” kutarik lengan Key —yang masih memegangi bibirnya—pelan.
“Kemana?”
“Tuh,” kutunjuk sofa yang ada di ruang tamu menggunakan daguku.
Awalnya Key tidak mau, tapi karena aku terus menarik lengannya, akhirnya dia mau juga.
Ahjumma meletakkan benda-benda tersebut diatas meja. Key  menyandarkan kepalanya di atas sofa, sementara aku memulai kegiatanku—mengobati luka di bibir Key.
Hih? Ini memang sudah takdir atau hanya perasaanku saja? Kalau kuperhatikan dengan teliti, bibirnya seksi juga ya?
“Noona, kau itu berniat mengobati lukaku atau tidak?” perkataan Key membuatku sedikit tertegun.
“Hah?” kukerjapkan mataku sekali. Kulihat Key menyipitkan matanya.
“Kenapa malah diam saja? Nih, obati, obati,” katanya sambil menunjuk-nunjuk bibirnya sendiri.
“Ne, cerewet sekali kalu ini,” ujarku lalu mulai mengobatinya.
“KIM KI BUM!!!” kudengar seseorang berteriak dari arah pintu.


Author’ Side
“KIM KI BUM!!!” Jonghyun menendang  kasar pintu rumah Key yang memang dari tadi sudah terbuka. Minho, Jinki dan Taemin muncul dari balik punggung Jonghyun.
“Cho Ikha?” tanya Jonghyun menghentikan langkahnya.
“Noona?” Minho juga tidak kalah bingung melihat Ikha yang sedang mengobati luka di bibir Key.
“Kau?” hanya kata itu yang keluar dari mulut Jinki.
Bagaimana dengan Taemin?
“HUAAAAAAAAAA NOONAAAAAAA,” ia berteriak sekencang-kencangnya lalu berlari ke arah Cho Ikha dan memeluknya erat. “Bogoshippeoyeo~~”
Ikha kaget melihat tingkah Taemin yang tiba-tiba memeluknya. Ia berusaha melepas pelukan Taemin yang sedari tadi tak henti-hentinya menguncang-guncang tubuh Ikha. “Taemin, lepaskan. Aku, tidak bisa, bernafas,” ucap Ikha sedikit tersendat-sendat.
Taemin melepas pelukannya lalu tersenyum pada yeoja itu. “Sudah lama aku tidak bertemu noona. Tapi…” ia mengerutkan alisnya lalu menatap Key dan Ikha bergantian. “…kenapa noona ada disini?” tanya Taemin penuh kepolosan (?)
“Aku…”
“Dia menginap di rumahku,” sela Key. Sejurus kemudian, Ikha menatapnya sinis.
“Oh, jadi tadi malam kau meninggalkan kami di Bar karena…” Jonghyun menunjuk Ikha yang kini sedang menyelesaikan tugasnya—mengobati luka Key.
“Apa jangan-jangan tadi malam kalian…” Minho ikut-ikutan Jonghyun menunjuk Ikha.
“Apa? Apa? Memang tadi malam kalian pergi kemana? Kenapa tidak mengajakku?” cecar Taemin penuh emosi.
Key dan Ikha sama-sama tidak menjawab pertanyaan mereka. Key  terdiam karena bibirnya sedang diobati. Sedangkan Ikha? Yah, seperti biasa. Tidak menjawab pertanyaan yang tidak begitu penting baginya.
“Bibirmu kenapa, Key?” tanya Jinki sambil meletakkan empat botol Coca-cola yan barusan diambilnya dari kulkas.
“Dia menggigitku,” ungkapnya sambil melirik ke arah Ikha.
Seketika itu juga mata Ikha melotot, mulutnya komat-kamit seolah mengatakan sesuatu yang kasar pada Key. Keempat namja itu kini menatap Ikha tanpa berkedip. Menyadari hal itu, Ikha langsung bertindak.
“Anni~ sebenarnya kejadiannya..”
“Noona kejam. Noona tega. Noona hanya boleh menciumku, bukan namja ini,” sela Taemin sambil menunjuk Key.
“Aku selalu menciumnya setiap hari,” ledek Key pada Taemin.
“Anni~ bukan seperti itu,” ucap Ikha membela dirinya sendiri.
“Hahahha~ dongsaeng-ku ini sudah mulai nakal rupanya?” Jinki mendekati Ikha lalu mengelus-elus kepalanya.
“Akh~” Ikha sedikit mengerang. Kepalanya yang masih benjol itu tak sengaja ditekan Jinki. Reflex, Jinkipun menjauhkan tangannya dari kepala Ikha.
“Masih sakit?” Tanya Key lembut. Ikha mengangguk pelan sambil mengusap-usap kepalanya.
“Ada apa lagi dengan kepala noona-ku?” serang Taemin penuh semangat.
“Itu…” Key menghentikan kata-katanya karena Ikha memberinya sinyal—menggelengkan kepalanya pelan—untuk tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Taemin.
“Itu apa hyung?” Tanya Minho tak mau kalah.
“Itu… ngggg~ tadi karena noona menggigitku, otomatis tanganku mendorong tubuhnya. Lalu, tubuhnya  jatuh dari atas tempat tidurku dan kepalanya membentur lantai,” terang Key panjang-lebar.
“MWO???” Minho, Jinki, Jonghyun dan Taemin serempak mengucapkan satu kata tersebut.
“Menggigit bibirmu?”
“Diatas tempat tidur?”
“Berdua?”
“Malam-malam?”
Tanya mereka satu per satu. Ikha semakin menggelengkan kepalanya kencang.
“Anni~ bukan seperti itu kejadiannya,” ucapnya penuh penekanan. Namun keempat namja itu malah menatap Ikha—seolah menggodanya.
“YA! KENAPA KALIAN SEMUA MENATAPKU SEPERTI ITU? AKU TIDAK SERENDAH ITU!!” teriaknya kencang. “Key, kau jangan mengarang cerita. Beritahu mereka apa yang terjadi sebenarnya,”
“Mmm, kau yakin?” Tanya Key sambil sambil meliriknya—merayunya.
“Ergh, lupakan!!” jawab Ikha sambil memalingkan wajahnya.
“Hei, suara cellphone siapa itu?” sela Minho. Terdengar lagu Your Name – nya SHINee terdengar dari arah kamar Key.
“Sepertinya itu cellphone-ku,” ucap Ikha sambil bergegas menuju arah suara tersebut.
Ia meraih ponselnya dan… “Nuguseyo?” tanyanya pada si penelpon.

***

Cho Ikha’ Side
Aku tidak akan pernah memaafkan Dad. Sebenarnya apa maunya dia?
Barusan Nami menelponku. Katanya Dad dating ke rumah dan membentak Mom—gara-gara kejadian tadi malam. Mom—yang sejak kecil menderita penyakit jantung—seketikan itu juga langsung shock. Sekarang Nami dalam perjalanan menuju Rumah Sakit.
“Kau mau pergi kemana?” kurasakan tangan Key menggenggam tanganku.
“Pulang,” jawabku singkat. Tanpa memandangnya. Tanpa memandang teman-temannya. Tanpa menghiraukannya. Yang aku butuhkan saat ini adalah taxi—yang dapat mengantarku ke rumah secepat mungkin.
“Kau marah padaku? Baiklah, aku akan mengantarmu pulang. Tapi kau belum selesai mengobati lukaku,” Key terus membuntutiku dari belakang.
Kulambaikan tanganku agar taxi yang tidak jauh dari tempatku berdiri berhenti. Kulepas kemeja yang sedari tadi kupakai lalu kuserahkan padanya. Setidaknya aku masih mengenakan tank-top hitam ini, jadi aku tidak perlu bertelanjang dada.
“Oke, ini sudah berlebihan. Aku minta maaf kalau aku sudah membuatmu marah. Tapi kau tidak perlu melepas kemeja ini,” ucap Key di belakangku.
Kubalikkan tubuhku agar aku dapat menatap kedua matanya. Kudekatkan wajahku ke wajahnya lalu kukecup lembut luka di bibirnya—yang telah kubuat.
“Gomawo,” kataku sedikit berbisik di telinganya. Aku segera masuk ke dalam taxi, meninggalkan si kunci karatan itu sendirian di pinggir jalan rumahnya.


Key’ Side
Dia menciumku? Lagi?
Hhhh~ otteokhae? Ya, tuhan, kepana mulutku seperti terkunci rapat? Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari mulutku.
Setelah menciumku, ia malah pergi tanpa sedikitpun penjelasan.
Ada apa lagi dengannya? Hhh~ lebih baik aku masuk kedalam. Teman-temanku pasti sedang heboh membicarakan Cho noona.
“Key hyung, noona pergi kemana? Kenapa buru-buru sekali?” pertanyaan Taemin menghentikan langkahku. Aku hanya menggerakkan bahuku pelan.
“Tadi kulihat dia langsung pergi setelah menerima telepon,”
“Telepon?” kukerutkan alisku setelah mendengar perkataan Onew hyung.
Sebentar, setelah menerima telepon, dia langsung pergi…
Nami. Yah, pasti itu Nami. Kemarin dia bilang kalau umma-nya sedang sakit. Mungkin terjadi sesuatu pada umma-nya.
Segera saja kuambil BB-ku lalu ku cari nama Cho Nami di phonebook-ku. Kutekan tombol hijau dan…. Tersambung!!
“Annyeong,”
“Nami, apa tadi kau menelpon noona?”
“Mwo?”
“Ke rumah Dad-nya?”
“Ne. Gomawo, Nami-ah,”
Kututup pembicaraan singkatku dengan Nami. Tadi Nami bilang kalau noona terdengar sangat marah. Kalau noona pergi ke rumah appa-nya, berarti….
Ah, gawat!!
Kuambil kunci mobilku didalam kamar lalu bergegas menyusul noona-ku. Jonghyun hyung, Minho, Jinki hyung dan Taemin menyerangku dengan beberapa pertanyaan. Namun kuacuhkan mereka.
Yang ada di fikiranku saat ini hanya Cho Ikha.
Ya, Cho Ikha…

***
Cho Ikha’ Side
Kubuka pintu rumah Dad kasar. Kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan di dalam rumah ini.
“DAD, DIMANA KAU?”
Kuperiksa setiap ruangan di rumah ini. Tapi tak ada tanda-tanda kehidupan disini. Akhirnya, kuputuskan untuk pergi ke rumas sakit menemui Mom.
Baru saja kulangkahkan kakiku menuju pintu depan, Dad muncul di hadapanku. Aku bisa mencium bau alcohol dari tubuhnya.
“YA!! APA YANG TELAH KAU LAKUKAN PADA MOM, HUH??” teriakku sambil meremas kerah bajunya.
“”SINGKIRKAN TANGANMU DARIKU!!” Dad menepis tanganku sekuat tenaga. Melihat perlakuannya tersebut, emosiku semakin tak terkendali. Kutarik tangannya agar ia bisa menatapku.
“KAU… BELUM PUASKAH KAU MENYAKITI MOM? AKU BERSYUKUR KARENA TUHAN TELAH MENJAUHKAN MOM DARI ORANG SEPERTIMU. TAPI APA? KAU MASIH SAJA MENGGANGGU KEHIDUPAN MOM!!!”
“ARGH~” lagi-lagi ia menepis tanganku. Ia berjalan menuju meja makan sambil sempoyongan.
“DAD, AKU SEDANG BICARA PADAMU,” kuputar tubuhnya yang terlihat gontai itu sehingga kami saling berhadapan. “APA YANG MEMBUATMU MEMBENCI MOM? DULU KAU TIDAK BEGINI, DAD. SEKARANG KAU BERUBAH. KAU SEPERTI MONSTER!!” ucapku kencang tepat didepan wajahnya.
Kulihat raut mukanya mulai berubah. Ia mengerang lalu mendorong tubuhku kasar. Dorongannya terlalu kuat sampai-sampai tubuhku tersungkur ke lantai. Namun, sebelum jatuh ke lantai, tubuhku sempat membentur kursi meja makan dan perut bagian kananku mengenai sudut meja yang lancit—yang terbuat dari kayu.
Urgh~ rasanya seperti ada yang memukul perutku. Sakit sekali~
Kupegangi perut yang terkena meja tersebut dan mencoba untuk berdiri. Tapi tidak bisa, rasa ngilu menyebar di beberapa persendianku.
Kulihat Dad berjalan perlahan mendekatiku. Aku hanya bisa menatapnya dari sela-sela rambutku yang tergerai.
“DASAR KAU ANAK TAK BERGUNA!!!”
Dad mengambil vas bunga diatas meja ruang tamu. Sepertinya ia berniat untuk melemparkan benda itu padaku.
Tapi…
BUKKKK….
Dad jatuh tersungkur.
Key… Dia….
Kenapa dia datang kemari??
“Hentikan, Tuan Cho. Kau seharusnya tidak berbuat seperti ini,” ucapnya sambil berbalik ke arahku.
“Noona, kau tidak apa-apa?” Key berjongkok disampingku yang setengah terbaring di lantai.
“Cepat, kita pergi dari sini. Aku rasa appa-mu ini sudah gila,” Key mencoba membangunkanku, tapi rasa sakit di perutku membuatku kesulitan untuk berdiri.
Dari balik punggung Key, aku dapat melihat Dad-ku yang berusaha berdiri dengan susah payah. Ia mengayunkan vas keramik itu kearah Key.
Tunggu, apa yang akan dia lakukan??
Ia semakin mendekat kearah kami berdua. Sepertinya Key tidak menyadarinya, ia masih sibuk membantuku untuk berdiri.
Dad..
Oh, tidak..
“KEY!!!!!”


To Be Continued….

The Fake Boyfriend - Part VI

Main casts : Cho Ikha, Kim Key Bum
Support casts : Lee Jinki, Lee Taemin
Other support cast : Kim Jonghyun, Choi Minho, Cho Nami, Eunhyuk ‘SUJU’, Chae Rin, Jung Ah, Hyuna, etc.
Genre : Romance, Family, Tragic (?)
Type : Sequel (Part VI)
Rating : General aja deh



------------------------------------------------
Hidupku memang rumit. Namun kehadirannya telah membawa warna lain di hidupku…
Apa aku menyukainya?
Hhh~~ aku sendiri tidak tahu jawabannya…
Otteokhae??
—Cho Ikha
------------------------------------------------

Cho Ikha’ Side
“Kau yakin?” tanyaku di sela-sela langkah kakiku yang sedikit tergesa-gesa.
“100%. Appa-mu sudah pergi sekitar lima menit yang lalu. Untungnya dia tidak mengecek ke dalam Bar. Kalau ia melihatmu sedang berpelukan dengan Key, ia pasti akan mencincangmu,” celoteh Chae Rin tiada henti.
Aku dan Chae Rin berjalan menuju pintu belakang restoran secepat mungkin. Dia bilang Dad mencariku kesini. Akh, aku kira Dad masih lama pergi ke Busan. Ternyata ia pulang lebih cepat.
“Chae Rin, kau tidak perlu mencemaskanku. Aku akan mengurusnya sendiri,”
“Anni~ aku sudah mengajakmu datang kesini, jadi aku bertanggung-jawab membawamu pulang dengan selamat,”cecarnya lagi.
“Kau kira aku ini anak kecil?”
“Ya! Dasar pabo! Kau ingat kejadian bulan lalu ketika appa-mu memukulimu hanya karena kau memakai mobilnya tanpa izin? Kau tidak masuk kuliah karena lukamu cukup parah,”
“Oke, stop. Aku tidak mau membahas itu,” kataku menyela pembicaraannya.
“Maka dari itu, kau tunggu disini. Jangan kemana-kemana. Aku akan mengambil mobilku,”
Chae rin bergegas pergi menuju tempat parkir restoran. Aku hanya dapat menuruti perintah chingu-ku yang satu ini.
Kupandangi jalanan di sekitarku yang terlihat sepi dan lengang. Jelas saja sepi, sekarang sudah lewat jam 1 malam.
Angin malam berhembus menusuk kulitku. Kugosok-gosok lenganku untuk menghilangkan hawa dingin di sekelilingku.
Karena bosan menunggu Chae Rin yang tidak kunjung datang, kuputuskan untuk berjalan menuju bagian depan restoran. Biasanya taxi selalu berjejer di pinggir restoran.
Hhh~ udaranya semakin dingin saja. Bodohnya aku tidak membawa cardigan abu-abu kesayanganku. Setidaknya benda itu bisa menolongku mengusir hawa dingin ini.
Oke. Ini belokan terakhir menuju bagian depan restoran. Yah, aku dapat melihat cahaya lampu yang menghiasi bangunan tersebut.
Kulihat ada sebuah taxi kosong tak jauh dari tempatku berdiri. Segera saja kulangkahkan kakiku ke arah taxi tersebut. Namun, sesuatu mengalihkan perhatianku…
Ada sebuah mobil White-Audi tepat di depan pintu masuk restoran. Aku mengenalinya—mengenali White-Audi yang sering kubawa pergi itu—dengan jelas. Seseorang yang sedang berdiri disamping mobil itu memandangku tajam. Aku hafal sekali dengan tatapannya—mirip sekali dengan tatapan dinginku.
“Sudah kuduga kau ada disini,”
Namja tua itu mulai berjalan mendekatiku. Wajahnya… membuatku ingin sekali meludahinya. Untungnya aku masih ingat kalau dia adalah Dad-ku—Dad kandungku. Jadi kuurungkan niat busukku itu.
“Seperti inikah kelakuanmu setiap kali Dad pergi bertugas ke luar kota? Ayo, pulang!!!” ucapnya sambil menarik tanganku kasar menuju White-Audi nya.
“Dad, aku sudah dua puluh tahun. Jadi tidak apa kan kalau aku pergi dengan teman-temanku?” kataku sedikit berbisik. Aku tidak ingin suaraku membuat penghuni restoran memperhatikan kami.
“Lihat dirimu. Semakin hari kau semakin membuatku kesal. Kau mulai melawanku, tidak mendengarkan kata-kataku. Lalu apa sekarang? Pergi keluar rumah, tengah malam dan berdandan seperti seorang pelacur. Apa ini yang Mom-mu ajarkan padamu, huh?”
“Jangan bawa-bawa Mom, Dad. Ini hanya antara kita saja. Kenapa Dad selalu menyalahkan Mom? Apa salah Mom sampai-sampai kau juga ikut memarahiku? Aku ini anakmu, Dad,”

PLAK…

Sebuah tamparan keras berhasil mendarat di pipiku. Kuusap pipiku pelan lalu kutatap namja tua itu dingin. “Sebenarnya siapa kau? Kau bukan Dad-ku,” kataku lirih. Tamparannya masih terasa di pipiku. Perih~
“Ayo, pulang,” lagi-lagi ia menarik tanganku kasar. Aku sedikit terhuyung mengikuti langkahnya. Namun sedetik kemudian ia menghentikan langkahnya.
“Siapa kau? MINGGIR!” bentak Dad pada seseorang didepannya.


Key’ Side
“Kau mau pergi kemana?” tanyaku sambil menahan lengannya.
“Kau tidak perlu tahu, dasar bocah!” ucap si Noona.
“Aku bukan bocah!”
“Terserah,” katanya sambil berlalu.
“Ya! Kau belum menjawab pertanyaanku!”
….
Hhh~ lihat, sikapnya kambuh lagi. Ia pergi begitu saja setelah Chae noona membisikan sesuatu padanya. Dasar bunglon! Sikapmu yang mudah berubah-ubah itu membuatku pusing, Cho.
“Pergi kemana dia?” tanya Jonghyun hyung. Aku tidak mempedulikan pertanyaannya. Aku duduk di kursi dekat seorang bartender yang sedang memainkan botolnya.
“Pantas saja kau masih bertahan dengannya. Ternyata ini alasannya,” Jonghyun hyung meneguk segelas wine di tangannya.
“”Mwoya?”
“Tidak usah berpura-pura bodoh. Kau lihat? Ternyata aslinya dia itu sangat cantik ya? Hhhh~ kalau aku tahu dari dulu, sudah kuincar dia,”
“Ya! Dia bukan yeoja gampangan, hyung,”
“Wah, sejak kapan kau mulai membelanya?” Jonghyun hyung sedikit menggodaku. Kuteguk segelas wine secepat mungkin. Aku benar-benar tidak ingin mendengar celotehannya. Kucari-cari sosok si noona, tapi mataku tidak berhasil menemukannya.
“Cieeee~” Minho menowel-nowel pinggangku.
“Apaan sih, Min? Kau bertingkah seperti om-om genit. Ihhhh~”
“Bagaimana rasanya? Hangat? Manis? Empuk?” godanya lagi.
“Aishhh~ kau itu bicara apa sih, Min?”
“Alaaah~ tidak usah sok suci. Tadi kulihat kalian berdua berciuman. Mmmm~ mesraaaa sekali. Aku jadi mauuuu,” Minho mendekap tubuhnya sendiri lalu menggoyangkannya ke kiri dan ke kanan.
“Chagiya, kiss me, please~”  Jonghyun hyung memeluk Minho. Mereka mengikuti gerakanku ketika memeluk Cho noona. Ergh~ apa-apaan mereka ini?
“Ya! Berhenti menggodaku!” kulangkahkan kakiku menjauhi mereka.
“Kau mau kemana?” teriak jonghyun hyung.
“Mencari noona-ku,” jawabku singkat.
“Cieeeee, mencari noona yaaaaa,” goda Minho lagi. Aku hanya memutar bola mataku pelan lalu bergegas pergi dari situ.
Hhhh~ kira-kira dimana dia? Apa dia pulang? Lebih baik aku mengeceknya. Mungkin ia masih diluar.
Kubuka pintu restoran ini dan… huaaah, udaranya sangat dingin. Bulu kudukku saja sampai berdiri.
Tak lama setelah kubuka pintu restoran tersebut, aku dapat melihat Cho noona—yang jalannya sedikit dipaksa karena lengannya digenggam seorang namja tua. Karena penasaran, kudekati namja tua itu—menghalangi langkahnya agar ia tidak beranjak pergi dari situ.
“Siapa kau? MINGGIR!” bentaknya padaku.


Author’ Side
“Justru aku yang bertanya padamu, kau itu siapa? Berani-beraninya memperlakukan dia dengan kasar? Kau ini manusia atau bukan?” Key balik membentak.
“Ini bukan urusanmu, bocah tengik. Minggir kau! Mau jadi pahlawan, huh?” Tuan Cho semakin emosi.
“Noona, siapa dia?” tanya Key pada Ikha yang sedari tadi hanya diam saja.
Tuan Cho memandangi Ikha. “Masuk ke mobil!” ia membuka pintu mobil lalu mendorong Ikha kasar untuk masuk ke mobil.
“Noona, tolong jelaskan padaku, apa yang terjadi?” pinta Key.
“Pergilah. Kau hanya membuat keadaan semakin buruk saja,” jawab Ikha sepelan mungkin.
“CHO IKHA, AKU BILANG MASUK!” suara melengking dari Tuan Cho membuat Key terlonjak kaget. Tanpa banyak basa-basi, Ikha langsung menutup pintu mobil.


Key’ Side
Ada apa sebenarnya? Siapa namja tua bangka itu?
Akh~ banyak sekali pertanyaan yang ada di otakku tapi aku tidak bisa menemukan jawabannya.
“Key,” seru seseorang dibalik punggungku.
“Chae noona?”
Ia berjalan setengah berlari ke arahku. High-heels nya membuat ia kesulitan berjalan. “Kau melihat Ikha?”
“Ne. Tadi ia bersama namja tua….”
“Mwo?” Chae noona memotong kata-kataku. “Mereka sudah pergi?
Kubalas pertanyaannya dengan sebuah anggukan kecil.
“Shit!!!” ia mengacak poninya pelan.
“Noona, sebenarnya namja itu siapa?” tanyaku penasaran.
“Dia itu Tuan Cho,” ucapnya sambil mengeluarkan cellphone-nya—mengetik sesuatu.
“Tuan Cho? Appa-nya Cho noona?”
“Ne,” jawabnya singkat. Ia berlari menuju sebuah mobil diantara deretan mobil di depan restoran.
“Kau mau pergi kemana, noona?” cegahku sambil mengikuti jejak kakinya.
“Ke rumah Nami,”
“Untuk apa?”
“Kau itu cerewet sekali. Kau masuk saja ke dalam. Teman-temanmu pasti mencarimu,” ucapnya sambil masuk ke dalam mobil.
“Anni~ aku akan ikut denganmu. Tunggu aku,”
Aku segera berlari ke arah mobilku yang letaknya tidak jauh dari mobil Chae noona. Kulihat Chae noona sudah menggerakkan mobilnya.
Kuikuti dia dari belakang.

***

Sudah dua puluh menit aku dan Chae noona menyusuri jalan menuju rumah Nami dan akhirnya kami sampai juga di rumah yang kami tuju. Nami sudah berdiri di pintu pagar. Sepertinya ia sudah tahu akan kedatangan kami.
“Dimana unnie-ku?” tanya Nami panik.
“Tuan Cho membawanya. Aku tidak tahu persis bagaimana kejadiannya, tapi…”
“Antarkan aku kesana, eonn,” pinta Nami pada Chae noona.
“Ya! Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kalian terlihat cemas? Aku tidak mengerti,” kataku menyela obrolan mereka.
“Oppa, kau tidak akan mengerti,” ujar Nami.
“Aku tidak akan mengerti sebelum kalian menjelaskannya padaku,” kataku sedikit memaksa.
“Untuk apa? Toh, Cho unnie pasti tidak suka kalau aku…”
“Aku ini pacarnya, Nami. Aku berhak tahu,” selaku lagi.
Kulihat Nami menghembuskan nafasnya sekali.
“Dad… semenjak perceraian itu, ia menjadi seseorang yang emosional dan temperamental. Cho unnie selalu jadi sasaran amukannya….”
“Kenapa kau tidak melaporkannya ke polisi?” lagi-lagi kusela kata-kata Nami.
“Unnie pernah mencobanya tapi…” Nami tidak melanjutkan kata-katanya. Kulihat Chae Rin menggenggam tangan Nami. Nami sedikit menghela nafas. “…Dad mengancam akan membunuh Mom,”
Kalimat terakhir yang diucapkan Nami membuatnya sedikit meringis. “Sudahlah. Pokoknya sekarang antarkan aku kesana,”
“Tapi, Nami. Siapa yang menjaga umma-mu? Bukankah dia sedang sakit?” cegah Chae noona.
“Mwo? Umma sakit? Cho noona tidak bilang padaku?” omelku pada mereka berdua. “Ah, begini saja. Chae noona akan menjaga umma-mu untuk sementara. Biar aku saja yang mengantarmu kesana. Bagaimana?”
Nami sedikit merenung. Tapi tak lama kemudian, ia mengangguk kecil. “Kau bisa ngebut kan, oppa?”

***

Cho Ikha’ Side
“Masuk ke kamarmu,” ucap Dad sambil mendorong tubuhku kasar.
“Bisakah kau tidak mendorongku setiap kali kau menyuruhku?” kutatap Dad dingin. Ia mengambil sebuah gelas besar dan mengisinya dengan air putih.
“Aku capek bekerja seharian untuk menghidupimu. Tapi kau malah bersikap tidak sopan padaku,”
“Aku akan menghormatimu selama kau menghormatiku juga. Lagipula aku tidak pernah memintamu membiayai hidupku,” kubalikkan tubuhku lalu mulai melangkah menuju kamarku. Baru  saja kulangkahkan kakiku sekali, tiba-tiba sesuatu mendarat di kepalaku.

DUG~

Prangggg~

Kulihat gelas besar—yang tadi dipakai Dad—mengenai bagian belakang epalaku. Gelas tersebut jatuh dan pecahannya berserakan disamping kakiku.
Seketika itu juga kurasakan sakit yang luar biasa disekitar kepalaku. Kupegang kepalaku di bagian yang terasa sakit. Kakiku tidak kuat menopang tubuhku yang terasa berat. Akhirnya akupun terjatuh ke lantai.
“DASAR ANAK TAK TAHU DIUNTUNG!”

 ***

Author’ Side
Key dan Nami tiba juga di sebuah rumah bercat biru langit. Nami buru-buru membuka pagar rumah tersebut.

Prangggg~

Terdengar sebuah benda jatuh dari dalam rumah. Nami semakin mempercepat langkahnya. Key membuntutinya dari belakang.
“UNNIE!!” Nami mendapati unnie-nya yang sedang terbaring di lantai memegangi kepalanya.
“APA YANG TELAH KAU LAKUKAN PADANYA?” teriaknya pada Tuan Cho.
“Kenapa kau kesini? Masuk tanpa permisi pula. Tak tahu sopan santun!” ucap Tuan Cho geram.
Key menghampiri Ikha yang meringis kesakitan. “Noona, gwenchanayo?”
Cho Ikha tidak menjawab pertanyaan Key. Matanya terpejam—merasakan sakit yang menjalar di kepalanya.
“Aku akan membawamu ke dokter,” ucap Key sambil mengangkat tubuh Ikha menggunakan kedua tangannya.
“Siapa kau? Berani-beraninya datang kemari dan mencampuri urusanku?” teriak Tuan Cho. Ia bergerak mendekati Key—bersiap untuk memukulnya.
“Hentikan!!!” Nami menghalangi Tuan Cho lalu mendorong tubuhnya menjauhi Key yang sedang menggendong Ikha. “Menjauh darinya atau aku tidak segan-segan melempar benda ini ke arahmu,” Nami mengambil vas bunga yang terbuat dari keramik di atas meja.
“Ayo, oppa. Kita pergi,” Nami menyuruh Key untuk segera keluar dari rumah itu. Nami memperhatikan gerak-gerik Tuan Cho—mungkin ia akan menyerangnya tiba-tiba—sebelum keluar dari rumah itu.
Key mendudukkan Ikha di kursi belakang mobilnya. Ia terdengar sedikit mengerang.
“Noona,” ucap Key lirih. Ikha mencoba membuka matanya tapi hal itu terasa sulit dilakukan.
“Unnie, ini aku, Nami. Tenanglah, Key oppa akan membawamu ke rumah sakit,” Nami memeluk unnie-nya erat.
Key segera menyalakan mesin mobilnya. Ia meraih Blackberry-nya lalu menelpon seseorang di seberang sana. Ia terlihat serius berbicara dengan orang tersebut.
“Kita ke rumahku,” ucap Key setelah mematikan teleponnya.
“Mwo? Ke rumah oppa? Harusnya kita ke rumah sakit,” cecar Nami.
“Aku sudah menelpon dokter pribadiku. Biar dia diperiksa di rumah saja,”
“Tapi bagaimana kalau nanti malah menggangu orang-tua mu, oppa?”
“Aku tinggal sendirian. Orang-tua ku di Amerika,”

***

Key’ Side
Akhirnya kami sampai juga di rumahku. Kugendong Cho noona menuju kamarku. Ahjumma—pembantu di rumahku—membukakan pintunya. Dr Young sudah ada didalam, ia tiba lebih dulu.
Ia memeriksa kepala Cho noona menggunakan benda yang mengeluarkan sinar infra merah yang entah namanya apa. Nami terlihat cemas, tidak henti-hentinya ia meremas bajuku.
“Untungnya tidak ada retak atau pembuluh darah yang pecah di kepalanya. Kompres saja dengan air hangat, itu akan mengurangi bengkak di kepalanya,” terang Dr Young.
“Syukurlah,” kata Nami sambil berjalan mendekati Cho noona. Dr Young memberiku dua bungkus obat. Katanya obat ini harus diminum untuk menetralkan fungsi otaknya. Benturannya cukup keras sehingga sedikit mempengaruhi fungsi otaknya.
“Oppa, aku harus pulang. Kasihan Chae unnie, ia pasti dicari orang-tuanya untuk segera pulang. Tolong jaga unnie-ku ya, oppa,” ucapnya pelan.
“Ne. aku akan menjaganya. Akan kuantar kau pulang,”
“Tidak perlu aku bisa pulang dengan taxi. Lebih baik oppa istirahat,” Nami tersenyum lalu membungkukkan badannya.
“Mianhamnida sudah merepotkanmu, oppa. Aku pulang,”
“Ne… hati-hati,”

***

Cho Ilha’ Side
Kubuka mataku perlahan. Kuamati keadaan di ruangan ini yang terlihat asing bagiku.
Urgh~ kepalaku masih terasa sakit.
Tunggu, dimana ini? Aroma ruangan ini berbeda dengan aroma di kamarku atau di rumah Mom.
Lagi-lagi kuedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan ini.
“Key?” tanyaku lebih kepada diriku sendiri. Ia terbaring di sofa dekat jendela kamar ini. Gordennya masih tertutup rapat.
Apakah aku sedang di hotel? Ah, tidak mungkin. Yang aku ingat, tadi malam Dad melempar gelasnya ke kepalaku, dan… errrrr~ aku tidak ingat lagi apa yang terjadi.
Karena penasaran, kuputuskan untuk keluar dari kamar ini.
Ah, ternyata ini sebuah rumah. Kulihat ada seseorang sedang  memasak di dapur. Ia menyadari kehadiranku. Sedetik kemudian, ia menghampiriku sambil membawa sebuah kotak.
“Nona sudah bangun?” tanyanya padaku. Aku hanya mengangguk sekali.
“Anda…. Siapa?” tanyaku penasaran.
“Saya pembantu di rumah ini. Nona, Tuan Key menyuruhku menyerahkan ini jika nona sudah bangun,” ia menyerahkan kotak yang dipegangnya padaku. Kubuka kotak itu dan kutemukan sebuah kemeja pink, tank-top hitam, jeans ketat, dan juga pakaian dalam utuk yeoja. Hah? Pakaian dalam??
“Sebaiknya nona mandi dulu. Saya sedang menyiapkan sarapan untuk nona dan Tuan Key,” katanya sambil berlalu.
Oh, jadi aku sedang di rumah si kunci karatan itu ya?

***

Hhhh~oke. Aku sudah selesai mandi. Kau tahu? Ternyata perlengkapan mandinya Key sangat lengkap. Mulai dari aromaterapi, lulur, creambath rambut… Omona~ dia itu sebenarnya namja atau yeoja sih? Peralatan mandiku saja tidak selengkap itu.
Hah, aku baru sadar kalau aku sudah menghabiskan satu jam didalam kamar mandi. Mungkin sekarang Key sudah bangun. Lebih baik aku ke kamarnya untuk memastikan.
Hasilnya? Ternyata namja itu masih meringkuk di atas sofa dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya kecuali kepala.
Hhhh~ dasar tukang tidur. Ini sudah lewat jam 10 dan dia belum bangun juga?
“Key, bangun,” kataku ambil mengguncang-guncang tubuhnya.
1
2
3
Key tetap tak bergerak.
Kubuka gorden kamarnya agar cahaya matahari dapat membangunkan sang vampire.
“Erggh~ ahjumma, aku masih ngantuk. Tolong tutup lagi gordennya,” erang Key semakin mengeratkan selimutnya.
“Ya! Kau kira aku ini ahjumma-mu? Ini sudah siang. Cepat bangun dan antar aku pulang,” kutarik selimut yang dipakainya kencang.
“Noona, aku baru tidur jam enam pagi. Jadi jangan ganggu aku,” ucap Key  tanpa membuka matanya.
“Siapa suruh tidur jam segitu? Ya! Cepat bangun!” kutarik selimutnya untuk kedua kali. Dan lagi-lagi ia menahannya kuat. Key menarik selimut itu hingga aku terjatuh di atas tubuhnya. Kucoba untuk berdiri secepat mungkin, namun dirinya mendekapku lebih cepat.
“Ya! Lepaskan aku,” kataku sambil meronta-ronta.
“Aku tidur jam enam pagi karena menjagamu semalaman. Harusnya kau berterima kasih padaku,”
“Mwo?” aku memicingkan mataku. Aku tidak salah dengar kan?
“Dasar noona budeg!” ledeknya padaku.
“Aku tidak menyuruhmu untuk menjagaku jadi sekarang lepaskan aku. Kepalaku sakit,”
“Noona… kau ini pabo sekali. Aku menahan tubuhmu, bukan kepalamu. Tapi kenapa malah kepalamu yang sakit?”
Oh, iya juga ya? Kenapa kepalaku yang sakit?
“Ah, pokoknya cepat lepaskan aku. Bagaimana kalau ahjumma melihat kita lalu dia berfikir yang macam-macam?”
“Justru bagus. Kalau dia mengadukan hal ini kepada orang-tua ku, kita bisa langsung dinikahkan oleh mereka,”
Ergh~ dia itu…
Aku berusaha melepaskan pelukannya sebisaku.
“Kalau kau mau aku melepaskanmu, cium aku dulu,”
“Mwo?” spontan kuhentikan tubuhku—yang tadi sedang meronta-ronta.
“Cium aku. Kau harus memberiku ciuman di pagi hari,”
“Andwae~ kau kira aku ini istrimu?”
“Oh, kau tidak mau? Ya, sudah,” Key  tetap tidak melepaskan pelukannya. Matanya masih terpejam—tapi bibirnya melengkungkan sebuah senyum.
Hhhh~ kau sedang menggodaku ya? Awas kau!
“Baiklah, aku menyerah. Aku akan menciummu,”
Key langsung memamerkan giginya yang putih itu padaku. Matanya kini menatap mataku. “Tunggu apa lagi?” godanya.
Seketika itu juga kudekatkan wajahku ke wajahnya. Dan sedetik kemudian, bibirku sudah menyentuh bibirnya—seutuhnya.
Lalu…

KREK

“ARRRRGGGHHHH~~~”


To Be Continued….