Saturday, January 1, 2011

The Fake Boyfriend - Part 8



Main casts : Cho Ikha, Kim Key Bum
Support casts : Lee Jinki, Lee Taemin
Other support cast : Kim Jonghyun, Choi Minho, Cho Nami, Eunhyuk ‘SUJU’, Chae Rin, Jung Ah, Hyuna, etc.
Genre : Romance, Family, Tragic (?)
Type : Sequel (Part VIII)
Rating : General


---------------------------------
Aku tak dapat memungkiri bahwa sebenarnya aku mencintainya.
Ya, mencintainya…
Dia sudah membuatku gila
Tuhan, apa yang harus aku lakukan?
—Key
---------------------------------


Key’ Side
“KEY!!!”
Cho noona menarik tubuhku sehingga akupun terjatuh ke lantai. Seketika itu juga ia memelukku erat dan…
PRANG~~
Kulihat vas bunga—berukuran cukup besar—yang dipegang Tuan Cho berhasil mengenai tubuh Cho noona. Kupeluk tubuh noona-ku agar ia tidak terjatuh ke lantai. Kulihat darah mulai mengucur dari pundak sebelah kirinya.
Cho Ikha… demi melindungiku dari Tuan Cho, ia rela terkena pukulan Dad-nya. Vas bunga yang terbuat dari keramik itu berhasil melukai pundak kirinya. Aku dapat melihat beberapa pecahan keramik menancap di kulitnya. Cho noona mulai merintih pelan.
Karena tak tahan melihatnya kesakitan, akupun tak tinggal diam. Kubaringkan tubuh Cho noona di lantai—perlahan—kemudian kutatap Tuan Cho penuh emosi. Ia terlihat kaget melihat kondisi Cho noona yang bersimbah darah.
“LIHAT PERBUATANMU!! DASAR BRENGSEK!!!” Ku tinju pipi kiri Tuan Cho hingga ia terjatuh menimpa sofa ruang tamu.
“KALAU SAMPAI TERJADI SESUATU PADANYA, AKU TIDAK AKAN MENGAMPUNIMU!!”
Kuhampiri Cho noona yang mulai kehilangan kesadaran. Kugendong tubuhnya pergi menjauhi Tuan Cho yang terlihat seperti menyesali apa yang telah diperbuatnya.
“JAUHI DIA ATAU AKU TAK SEGAN-SEGAN MEMBUNUHMU!!” bentakku sebelum pergi meninggalkan rumah ini.
“Key…” Cho noona berbisik di telingaku.
“Sudah, jangan banyak bicara. Aku akan membawamu ke rumah sakit,”
Kucoba membuka pintu mobil menggunakan kakiku—kedua tanganku menggendong Cho noona.
“Gwenchanayo?” tanyanya di sela-sela rintihannya.
“Kau ini bodoh atau sedikit terbelakang sih? Kenapa kau malah melukai dirimu sendiri?” omelku padanya. Kulihat ia hanya menyeringai kecil padaku.
“Hhhh~ noona, kau membuatku gila,”

***

Author’ Side
Sudah tiga puluh menit Key menunggu di sebuah bangku dengan perasaan gelisah yang menyelimutinya. Diketuk-ketuk jempol kakinya dengan maksud menghilangkan rasa cemasnya. Sedetik kemudian, seseorang keluar dari ruangan yang tak jauh dari tempat Key duduk. Segera saja namja itu menghampiri orang tersebut.
“Noona, gwenchanayo?” Key menuntun Ikha untuk berjalan.
“Tenang, Key. Lukanya sudah kujahit. Lebih baik kau bawa dia pulang. Tadi dia terlalu banyak mengeluarkan darah, jadi dia butuh istirahat,” terang Dr. Young.
“Kamsahamnida, dokter,” ucap Key kemudian membawa Ikha pergi.

***

Key’ Side
“Kita akan pulang ke rumahku,” kataku tanpa mengalihkan sedikitpun pandanganku dari jalanan di depanku.
“Anni, pulang ke rumah Mom,” jawabnya lemah.
“Tidak ada siapa-siapa di rumahmu. Nanti siapa yang akan mengurusmu?” tekanku padanya yang dari tadi bersandar di jok mobil sambil menutup matanya. Wajahnya terlihat sangat pucat.
“Aku sudah biasa merawat diriku sendiri,”
“Berhenti bersikap seperti itu padaku. Sekarang kau harus menuruti semua kata-kataku. Arasseo?” kulirik Cho noona dengan cepat. Ia terlihat memegangi perut sebelah kanannya.
“Baiklah, kita pulang ke rumahmu. Tapi aku akan menginap disana. Dirumahmu tidak ada pembantu, kan?”
“Kau akan jadi pembantu di rumahku, ya? Baguslah,” ucapnya—masih dengan nada yang terdengar sangat lemah.
“Ha! Bahkan disaat kondisimu seperti ini, kau masih bisa meledekku,”
“Nami akan pulang mengambil beberapa pakaian Mom, jadi kau tidak perlu menginap,” cegahnya lagi.
“Dasar kepala batu!!”
Dan setelah kuucapkan kalimat tadi, kudengar ia tertawa pelan.

***

Author’ Side
“Awww,” erang Ikha.
“Apasseo?” tanya Key sambil terus mengoleskan krim di sekitar perut Ikha yang penuh dengan lebam.
“Anni,” jawabnya dengan wajah sedikit meringis. Key hanya tersenyum simpul melihat ekspresi Ikha.
“Kalau sakit ya bilang. Tidak usah sok cool didepanku,” ledek Key.
Ikha menepis tangan Key pelan. “Lupakan. Aku juga tidak butuh bantuanmu,” ucapnya sambil menutup perutnya dengan kemeja sapphire blue-nya. Ia memutar tubuhnya membelakangi Key.
“Kau ini emosional sekali? Aku kan Cuma bercanda,” Key membalikkan tubuh Ikha perlahan. Tangannya mengarah pada kancing kemeja Ikha.
“Ya! Apa yang kau lakukan?” Ikha mngeratkan kancing kemeja yang akan dibuka oleh Key. Key tetap tak peduli. Ia terus mencoba melepas kancing kemeja yeoja itu paksa.
“Otak mesum!! Menyingkir dariku atau kucolok matamu!!” Ikha sedikit mengencangkan suaranya.
Key menatap Ikha kesal. “Aku mau mengoleskan krim ini di pundakmu yang tadi bekas jahitan Dr Young. Jadi lepas kemejamu atau aku yang akan melepaskannya,”
“Melepas kemejaku? Semuanya? Anni,” kata Ikha semakin mengeratkan kemejanya.
“Aku hanya akan mengobati lukamu saja. Kau tidak perlu melepas semuanya. Tapi… kalau kau mau ya sudah. Aku tidak keberatan. Anggap saja sebagai imbalan karena aku sudah menolongmu,” goda Key tiada henti.
“You wish!!!” ucap Ikha sembari memutar tubuhnya lagi dan mulai melepas kancingnya satu per satu.
“Dasar otak mesum,” ucapnya di sela-sela kegiatannya. “Jangan mengintip!!” sergahnya sambil melirik Key yang ada di belakangnya.
Ikha menurunkan kemeja sebelah kirinya sehingga pundaknya—yang dihiasi beberapa jahitan—kini terlihat jelas. Satu tangannya menggenggam kancing kemejanya di dada—takut kemejanya malah terbuka seutuhnya.
Key menyingkirkan beberapa helai rambut Ikha yang menghalangi lukanya kemudian mengoleskan krim tersebut di sekitar lukanya.
“Kibum-ah,” ucap Ikha pelan.
“Hmmmm,” jawab Key tanpa menghentikan kegiatannya.
“Bagaimana kau tahu kalau aku pergi ke rumah Dad?”
“Mmmm~ naluri seorang kekasih,” ucap Key disertai seringaian kecil. Ikha hanya mendengus pelan mendengar jawabannya.
“Aku tidak tahu harus bilang apa. Tapi…” Ikha menelan ludah sesaat. “Nggg~ terima kasih,” katanya lirih.
“Apakah selama dua tahun kau menjalani kehidupan seperti ni? Membiarkan appa-mu memperlakukanmu semena-mena?” tanya Key tanpa mempedulikan kata-kata Ikha barusan. Ikha tidak menjawab pertanyaan namja itu. Ia hanya terdengar sedikit menghela nafas.
“Baiklah, kita cari topik lain saja,” sela Key.
“Aku membiarkannya berbuat begini padaku asalkan ia tidak mengganggu Mom,” Ikha mulai angkat bicara.
“Jadi ini alasannya mengapa kau selalu menjauhi para namja termasuk aku?” tanya Key lagi.
“Sungguh, aku tidak mau membahas ini, Key,”
“Sampai kapan kau akan terus menghindar, noona? Kau hanya semakin menyiksa dirimu saja,”
Lagi-lagi Ikha tidak menggubris perkataan Key.
“Kau ini keras kepala sekali, noona. Terserah kau saja lah. Aku sudah menyerah menghadapimu,” Key mengakhiri kegiatannya namun ia tidak beranjak pergi dari situ—masih membelakangi Ikha.
“berhentilah bersikap sok perhatian padaku,” ucap yeoja itu dingin.
“Hah? Sok perhatian? Aku ini tulus menolongmu, tulus membantumu, dan kau mengataiku ‘sok perhatian’? kalau kau memang tidak suka padaku, kenapa kau melukai dirimu sendiri dan malah menolongku ketika appa-mu akan menyerangku?” kini suara Key sedikit melengking. Ia mengacak rambutnya pelan lalu mengalihkan pandangannya ke kolam kecil disampingnya.
“Kau bukan Key. Ya, kan?” tanya Ikha.
“Eh?”
“Key yang kukenal adalah seorang bocah yang tidak pernah mempedulikanku, yang menganggapku seorang noona lesbi yang dingin dan tak punya hati. Dan Key yang kukenal adalah seorang bocah yang selalu membuatku marah dan kesal, seorang bocah yang demi taruhan bodohnya itu mau membuat kesepakatan dengan yeoja sepertiku, yang selalu berteriak dan tidak sopan padaku, yang…”
“Itu dulu…” sela Key. “Satu lagi. Jangan anggap aku seorang bocah. Aku ini namja, noona. Namja!!”
“Jangan membuatku bingung, Key. Aku lebih nyaman dengan sikapmu yang dulu,” ujar Ikha tanpa melirik sedikitpun pada Key. Key tak membalas kalimat Ikha. Ia hanya memandangi punggung yeoja itu dalam.
“Aku sudah membangun dinding es di hatiku selama dua tahun ini. Jadi jangan sampai dinding ini mencair hanya karena sikap sok perhatianmu itu,”
Kata-kata Ikha berhasil membuat Key sedikit tertegun. Ia memandangi yeoja itu, mencoba mencerna apa yang barusan ia katakan.
“Aku benci ketika aku sedang jatuh cinta. Itu hanya membuatku semakin lemah saja,” tambah Ikha lagi.
“Bagaimana kalau suatu hari aku menyukaimu? Bagaimana kalau suatu hari aku mencintaimu? Apa yang akan kau lakukan?” tanya Key cepat.
Ikha tersenyum kemudian mengibaskan rambutnya pelan. “Aku akan membuatmu tidak menyukaiku,”
“Kau berniat menjadi perawan tua, ya?” balas Key tak mau kalah. Ikha malah tertawa pelan mendengar kalimat itu.
“Bagaimana kalau sekarang aku menyukaimu? Bagaimana kalau sekarang aku mencintaimu?”
“Itu… tidak mungkin terjadi,” jawab Ikha sambil menghela nafas panjang.
“Sayangnya itu sudah terlambat,” Key memutar tubuh Ikha sehingga mereka saling berhadapan. “Aku menyukaimu, noona.  Aku juga tidak tahu kenapa aku bias menyukaimu. Tapi akhir-akhir ini kau selalu mengacaukan pikiranku. Aku… aku mencintaimu,” terang Key. Keringat mulai mengucur dari pelipisnya.
Ikha hanya tersenyum menanggapi kata-kata Key.
“Akui saja kalau kau sebenarnya menyukaiku juga, noona. Hanya saja kau enggan untuk mengakuinya,” tambahnya lagi.
“Kau terlalu percaya diri, Key,” jawab Ikha mencoba memalingkan wajahnya dari tatapan Key. Tapi Key mengunci lehernya sehingga mau tak mau Ikha harus menatapnya—berhadapan dengannya.
“Katakan sesuatu, noona,” Key menatap mata yeoja itu tanpa berkedip sedikitpun.
“Kau tidak serius kan?”
“Aku serius. Aku sedang tidak bercanda, noona,”
Ikha menunduk. Kembali ia menghela nafas panjang dan menghembuskannya dari mulutnya pelan.
“Akan kubuktikan bahwa aku sangat serius dengan perkataanku,” Key kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Ikha dan menciumnya lembut. Tangannya memegangi kedua pipi yeoja itu, mengelusnya pelan seolah memberitahu pada noona-nya itu bahwa ia benar-benar mencintainya.
Ia melepas ciumannya lalu menatap mata cokelat Ikha dalam. “Saranghae, noona,”
Ikha terpaku menghadapi perlakuan Key yang tiba-tiba berubah. “Aku…”
“EHM!!”
Tiba-tiba suara dehaman seseorang mengagentkan mereka.

***

Key’ Side
Ini sudah hari keempat setelah tragedy ‘Kemunculan Nami disaat yang Tidak Tepat’ di rumah Cho noona mekarin. Dan sampai saat ini, aku masih tidak berani dating ke rumahnya.
Hhhh~ kau tidak tahu rasanya ‘dipergoki sedang berciuman’.
M-A-L-U-T-I-N-G-K-A-T-T-I-N-G-G-I.
Bagaimana kalau Nami memberitahu umma-nya? Mereka pasti akan men-judge-ku sebagai namja mesum.
Hhhh~ peduli setan dengan mereka. Yang penting sekarang aku harus menjenguk Cho noona. Empat hari ini aku tidak menemuinya di kampus. Aku ingin bertemu dengannya. Lagipula, ia belum menjawab pertanyaanku—pernyataan isi hatilu yang sesungguhnya.

***

Akhirnya aku sampai juga di depan rumah Nami.
Ehm, oke. Check and recheck terlebih dahulu.
Rambut? Oke.
Pakaian? Mmm, rapih.
Buket bunga lily? Sudah kupegang di tangan kananku.
Marmer Ganache Cake—kesukaan noona-ku? Ada di tangan kiriku.
Hmmm~ apalagi ya?
Ah, aku lupa. WAJAHKU?? Mmm~ masih tampan seperti biasa.
Oke. Sempurna.
Kulangkahkan kakiku menuju pintu rumah tersebut. Kutekan bel-nya beberapa kali—berharap Cho noona yang membukakan pintu dan ketika melihat kedatanganku, ia akan berlari ke arahku dan memelukku erat. Tapi kenapa tidak ada yang membukakan pintu?
Kuintip dari balik gorden yang sedikit terbuka. Sepi… seperti tidak berpenghuni.
Hhh~ kemana mereka?

***

Oke. Ini sudah hari ke sepuluh. Dan aku sudah kehilangan kesabaran. Dia tidak memberiku kabar sama sekali. Rumahnya pun selalu kosong. Begitu pula dengan rumah appa-nya.
Aku sudah mencoba menelfon Cho noona atupun Nami dan hasilnya selalu sama.
‘nomor yang anda tuju berada diluar jangkauan’
“Key, gwenchanayo?” tepukan tangan Jonghyun hyung membawaku kea lam sadarku.
“Eh?”
“Akhir-akhir ini kau kelihatan seperti orang yang bosan hidup. Ada apa?” tanyanya. Aku hanya menggeleng pelan.
“Putus denga Cho Ikha, eh? Wah, bagus!! Berarti ini kesempatanku untuk mendekatinya,” ucapnya girang.
“Jangan harap, hyung,” jawabku sambil berlalu meninggalkannya.
Kutelusuri seisi kampus—berharap menemukan dia—tapi hasilnya nihil. Hhhhh~ aku sudah lelah. Mungkin ia memang serius dengan statement-nya—yang mengatakan bahwa ia akan mebuatku tidak menyukainya. Mungkin inilah maksudnya—menghindariku.
BUKK
Seseorang menabrak tubuhku. “Chae noona?” ia sedikit tergesa-gesa. Bahkan ia tidak menoleh sedikitpun padaku.
“Oh, eh, Kibum-ah. Mianhae, aku buru-buru,”
Kutahan tubuh Chae noona cepat. “Tunggu, noona. Apa kau tahu dimana Cho noona sekarang?”
“Aigoo~ Kibum-ah, aku buru-buru,” ucap Chae noona. Ia mencoba melepas tanganku yang menggenggam lengannya erat tapi aku malah semakin menguatkan genggamanku.
“Katakan dulu padaku, baru kupleaskan,”
“Memangnya Ikha tidak memberitahumu? Dia sedang di Indonesia. Umma-nya dan Nami akan pindah kesana. Katanya  sih, dia akan pulang sore ini karena besok dia harus dating ke pengadilan,”
“Mwo? Indonesia? Cho noona ikut pindah kesana juga? Lalu pengadilan itu maksudnya apa?”
“Key, aku ini sedang sibuk. Jadi, minggirlah. Kita bicarakan ini lain kali,” Chae noona pergi—dengan setengah berlari—menuju ruangan dosen yang ada tak jauh dari tempatku berdiri.
“Ya! Sedang apa kau disini? Aku mencarimu kemana-mana,”
Eh? Sepertinya ada seseorang yang berteriak ke arahku.
Kubalikkan tubuhku agar bisa mengetahui siapa yang berteriak tadi. “Minho?”
“Eh? Ini Cuma perasaanku saja, kan? Kenapa kau terlihat sangat kacau, Key?” Minho merapihkan penampilanku.
“Hhhhh~ aku mau pulang,”
“Tidak, tidak, tidak. Kau jangan pulang. Lebih baik kita pergi bersenang-senang. Sudah lama kita tidak pergi bersama,”
Ia mengangkat alisnya lalu tersenyum padaku. “Tidak mau,” jawabku sambil berlalu.
“Anni, ikut aku!!”

***

Author’ Side
Minho membawa Key ke sebuah Club yang biasanya mereka kunjungi. Dan seperti biasa pula, club tersebut dipenuhi oleh orang-orang yang sedang berjoget ria di tengah ruangan.
Key lebih memilih duduk di kursi VIP sendirian—ditemani beberapa botol soju pastinya—sedangkan Minho terlihat asik menggoda yeoja-yeoja seksi.
“Ya! Kau sudah gila, huh?” Minho menyingkirkan botol-botol soju yang sudah kosong di atas meja. Dilihatnya Key yang sudah terkapar di sofa.
“Kau menghabiskan tiga botol? Omo~ kuat juga kau. Ya! Key, bangun! Aku malas mengangkatmu ke mobil,” Minho memukul-mukul pipi Key tapi ia malah meracau tidak jelas. Sesekali ia menyebut nama Cho Ikha di sela-sela racauannya.
Karena khawatir dengan keadaan Key, Minho menelfon Jinki untuk menolongnya.
“Oke. Lebih baik kutinggalkan kau disini. Aku akan ke kasir dulu,” ucap Minho meninggalkan Key yang sudah hamper tidak sadarkan diri karena soju yang diminumnya.
Tak lama setelah Minho pergi, seseorang menghampiri Key. Awalnya ia agak ragu, tapi setelah melihat wajah Key, ia yakin sepenuhnya bahwa namja yang sedang terkapar di sofa itu adalah orang yang dia kenal.
“Key…” ucapnya sambil memegangi pundak namja tersebut.
Samar-samar, Key mendengar seseorang memanggilnya. Ia pun perlahan membuka kelopak matanya kemudian menatap orang tersebut dengan susah payah?”
“Eh? Noona? Kaukah itu?” Tanya pada orang tersebut. Belum sempat orang itu menjawab pertanyaannya, Key buru-buru menarik tubuh orang tersebut kedalam pelukannya. “Noona, kenapa kau meninggalkanku??”

***

Cho Ikha’ Side
Setelah satu minggu di pengasingan untuk menenangkan jiwa dan fikiranku, akhirnya kuputuskan kembali ke Korea. Lagipula besok aku harus memberikan keterangan terkait kasus penganiayaan yang dilakukan Dad-ku. Ya, kuberanikan diri untuk melaporkan Dad ke polisi. Mom, Nami dan Chae Rin sudah bersaksi untukku. Jadi besok, aku tinggal menunggu hasil keputusan dari pengadilan.
Ah, ya. Aku lupa satu hal.
Sekarang aku berada di depan rumah Key. Aku tidak tahu apakah dia masih ingat dengan statement-nya dulu—yang mengatakan bahwa dia mencintaiku. Yang jelas, aku berdiri disini untuk memberinya jawaban. Satu minggu sudah cukup bagiku untuk berfikir dan menimang-nimang.
Benar apa kata Key. Aku memang mencintainya, hsnys saja aku tidak mau mengakui hal itu. Tapi sekarang, aku tidak mau menghindar lagi. Aku harus bangun dari keterpurukan ini.
“mencari seseorang?” Tanya seseorang yang tiba-tiba muncul disampingku.
“Jinki-sshi?”
“Kebetulan aku akan masuk kedalam. Mau bertemu Key, kan?” tanyanya lagi. “Sebentar,” ucapnya sambil merogoh kantung jeans-nya. Ia terlihat sedang bercakap-cakap dengan lawan bicaranya.
“Lebih baik kau ikut aku,” ia menarik tanganku—membawaku masuk kedalam mobil.
“Tunggu,” sergahku menghentikan langkahku. “Oppa, aku mau bertemu Key, bukan ikut denganmu,”
Jinki melepas tanganku kemudian tersenyum simpul. “Barusan Minho menelfonku, dia dan Key ada di Club yang biasa kami kunjungi dan sepertinya dia membutuhkanmu sekarang,”
“Eh?”
“Ternyata baru ditinggal olehmu beberapa hari saja sudah membuat hidupnya berantakan. Haha~ ia terlihat kacau akhir-akhir ini,” terangnya sambil membuka pintu mobil.
“Apa itu?” ia menunjuk sesuatu di tangan kiriku.
“Ini? Cokelat… untuknya,” jawabku terbata-bata.
Tawa Jinki tertahan. “Chukkae, Cho Ikha. Kau sudah berubah. Tidak lagi dingin seperti dulu. Ah, aku baru sadar. Tadi kau memanggilku apa? Oppa?”
Aku hanya memutar bola mataku pelan. “Sudahlah. Kau mau mengantarku atau tidak?”
Lagi-lagi Jinki tertawa. “Ne, masuklah,”

***

Hanya dibutuhkan waktu kurang lebih lima belas menit untuk sampai di Club yang Jinki maksud. Kami sama-sama turun dari mobil. Jinki berjalan mendahuluiku dan aku mengekor di belakangnya.
Hhhhhh~ sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Kira-kira bagaimana reaksinya nanti? Apakah ia akan terkejut? Atau biasa saja? Entahlah, yang jelas saat ini aku benar-benar ingin bertemu dengannya.
“Awww,” tubuhku menabrak tubuh Jinki. “Kenapa kau berhenti mendadak sih?”
Ia membalikkan tubuhnya kemudian menatapku. “Ngggg~ lebih baik kita pulang,”
Jinki mendorong tubuhku menjauhi Club tersebut tapi aku menahannya. “Kau sudah membawaku kemari dank au dengan mudahnya menyuruhku pulang? Minggir, aku ingin bertemu dengannya,” kataku memaksa. Aku menyingkirkan tubh Jinki dari hadapanku kemudian mataku mulai menelusuri seisi club.
Ah, itu dia, kunci karatan yang aku cari.
Tapi… apa yang dia lakukan?
Terbaring di sofa? Sambil memelup seorang yeoja?
“Sebaiknya kita kesana, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi,” ucap Jinki.
Kutunjukkan telapak tanganku menyuruhnya untuk diam. Kuamati gerak-gerik mereka yang semakin membuatku kesal. Yeoja itu… aku mengenalnya…
“Nicole…” bisikku pada diriku sendiri.


To Be Continued....

2 comments:

ASH Family said...

Mana lanjutannya ms.hyuk? Ktanya udh tamat?

Zuleykha Lee said...

heh, kan gue bilang sampe part 9, hueeeeeee,,,